Sunday, November 1, 2020

Energi Itu Tidak Hilang (Part 1)

Cerita tentang seberapa besar rasa percayaku pada hukum kekekalan energi. Energi tidak hilang, namun berubah bentuk. Dan bagiku, usaha kita dalam menjalani hidup ini juga termasuk energi. Sebab itu, menurutku tidak akan ada usaha yang sia-sia. Ia hanya berubah bentuk menjadi hal yang suatu saat kau akan terkejut sendiri oleh rencanaNya.

---

Tahun 2016 sama sekali bukan tahun yang mudah untukku. Disaat harusnya itu menjadi tahun terakhirku dan tidak lama dari itu aku bisa mengambil Tugas Akhir agar bisa lulus secepatnya, aku harus dihadapkan dengan konsekuensi-konsekuensi dari keputusan yang telah kuambil sebelumnya. 

Kehilangan teman, dijauhi semua orang, tatapan meremehkan, perkataan menyakitkan, pemberian nilai yang tidak objektif, uang tabungan habis, muntah setiap hari, susah untuk bangkit dari tempat tidur... adalah hal-hal yang harus aku jalani ketika itu.

Semua itu memaksaku untuk mengintrospeksi diri dengan cara yang sangat ekstrem. Untuk tidak mengharuskan diri mempunyai teman yang sangat banyak, karna pun nantinya akan ditinggalkan. Untuk lebih sadar bahwa idealisme yang tidak terkontrol itu hanyalah bentuk keegoisan. Untuk lebih paham tidak semua perang harus dimenangkan. Dan untuk lebih mengerti bahwa sama sekali tidak ada yang salah dengan hal yang bernama keheningan.

Aku bukan anak yang sering mengeluh ke orang tua, bahkan bisa dibilang sangat jarang. Jadi ketika malam itu, tiba-tiba mendengar suara mama dari telfon dan menanyakan "Apa kabar Dila, Nak?" rasanya tembok tinggi dan tebal yang sudah susah-susah kubangun, hancur seketika. Tidak ada kata-kata yang keluar, aku hanya bisa menjawab pertanyaan itu dengan tangisan.

Setelah malam itu, keluarga pun mulai paham dengan apa yang terjadi. Lalu menyetujui rencanaku untuk pindah kuliah. Salah satu pertimbangannya adalah bila tetap di sini, sampai kapanpun aku belum tentu akan diluluskan. Sedangkan jika di tempat lain, harapan diluluskan itu masih ada. Walaupun sebenarnya aku tau, satu-satunya alasan mereka adalah ga akan ngebiarin aku lebih tertekan.

Dengan situasi seperti itu, aku tidak mau semakin menyusahkan orang tua dengan biaya masuk kuliah yang tidak sedikit. Jadi pertimbanganku mencari kampus baru cuma satu, yang paling murah.

Akhirnya, ada satu kampus. Yang dari awal aku memilihnya tidak ada ekspektasi apa-apa. Karna tujuanku kali ini hanya untuk lulus, dapat gelar. Karna mama ga mau anaknya tidak lulus kuliah, seperti beliau.

Tapi ternyata, keputusan untuk pindah ke kampus ini termasuk hal terbaik yang pernah aku berikan untuk hidupku. Bagaikan seorang pengecut yang merasa tak berharga karna seperti lari dari masalah, kampus ini perlahan namun pasti mengembalikan semangat dan kepercayaanku pada diri sendiri. 

Nama kampus yang memberikan kesempatan kedua buatku ini adalah Universitas Mercu Buana.

Aku ingat ketika itu lagi ngurus ngambil sks buat ngambil mata kuliah semester baru. Untuk mahasiswa pindahan yang belum ngerti apa-apa, aku menanyakan beberapa hal. Dan setelah cukup paham dengan penjelasannya, tau kah apa respon yang diberikan pegawainya kepadaku? Dengan santunnya, beliau berkata "Apa ada hal lagi yang ingin ditanyakan? Saya berharap mba tidak sungkan untuk bertanya. Kenyamanan anda kuliah sangat penting buat kami."

... Wah.

Sampai detik ini pasti beliau tidak tau kalo karna responnya itu, dalam perjalanan pulang aku tidak bisa berhenti menangis.

Karna teringat di tempat sebelumnya aku mendapat respon yang sangat berkebalikan dari itu. "Kamu tuh jangan egois!" oleh admin prodi karna aku minta tolong cekin satu absen. Minta tolong cekin, bukan minta tolong benerin. Di saat aku uda ngasih hampir seluruh waktu, tenaga, dan uang buat segala urusan dan kegiatan kampus. Apalagi itu aku dalam kondisi baru selesai ngantar dan nungguin temenku di rumah sakit lalu bawain pakaian dan kebutuhannya buat disana. Setelah itu langsung ke kampus buat ngurus absen, dan dibentak dengan kalimat itu. Uda bertahun-tahun, tapi tetap ga bisa lupa.

Itu baru satu hal yang membuatku sangat bersyukur pindah ke Mercu. Masih ada hal-hal lain yang tak kalah menakjubkan (Ya, menakjubkan. Aku ga ketemu kata lain yang menggambarkan betapa dipermudahkannya jalanku di sini).

Dosen-dosennya cukup fair. Sangat mendukung mahasiswanya yang mau maju, namun tidak meremehkan atau menjatuhkan mahasiswa lainnya yang (sepertinya) tidak begitu minat di akademis. Ini termasuk hal yang kusayangkan dari mahasiswa mercu. Tidak cuma sekali atau dua kali rasanya aku pengen ngejitak mereka sambil bilang "Woy, bersyukur woy?? Kalian beruntung kali woy. Sadar woy??!" Tapi biarlah, padila yang sekarang bukanlah padila yang dulu.

Pernah waktu itu ngeberaniin diri buat daftar lomba interior, alhamdulillah ternyata lolos sampai tahap final. Tapi karna finalnya harus datang ke surabaya, mulai bingung ya kan ga mungkin ga ngasih tau kampus. Apalagi kan perlu dana. Sejujurnya dari pengalaman di kampus sebelumnya, aku ga expect buat dapat hal yang wow dari Mercu. Tapi, alhamdulillah dana yang dikasih tidak sedikit dan proses mengurusnya juga tidak dipersulit. Apalagi waktu memberikan dana itu ke aku, wakil dekannya bilang "Maaf dari kampus cuma bisa ngasih segini. Semoga Fadhila bisa mengerti ya." :') Lalu akhirnya aku berangkat ke surabaya dan kembali dengan tidak membawa kemenangan. WQWQ. Lumayan ngerasa bersalah tapi alhamdulillah malah makin disemangatin sama dosen. Bilang mungkin belum saatnya dan lain sebagainya.

Hal selanjutnya, aku kira pilihanku untuk magang di Kemendag, Indonesia Design Delopment Center akan ditolak oleh dosen. Karna itu bukan konsultan atau studio atau yang pada umumnya jadi tempat tujuan semua mahasiswa desain interior. Tapi ternyata intinya respon yang aku dapat adalah desain itu luas, ada banyak hal dalam bidang ini yang bisa kita kembangkan. Bukan hanya tentang membuat karya, menjadi bagian dalam membuat kebijakan atau prosesnya juga bisa dijadikan pembelajaran, apalagi ini memang masih dalam ranah desain.

Magang di IDDC juga memberikanku kesempatan membuka pintu-pintu lain dalam perjalananku. Dengan berkontribusi di sini, salah satu manfaatnya adalah untuk tugas akhirku. Tugas akhirku sangat terbantu dari ilmu yang kudapat dari desainer dan buku yang ada di perpustakaan IDDC. Belum lagi orang-orang yang kutemui di sini, membuatku mulai luluh bahwa punya beberapa teman lagi tidak sejelek itu. Ya, percaya atau engga pas kuliah di Mercu, aku sangat jarang berinteraksi dengan mahasiswa lain. Bisa dibilang orang yang bener-bener ngobrol panjang sama aku pas di kampus selama dua tahun itu, cuma dua orang.

Karna dari kampus bolehin magang di IDDC, alhamdulillah hasil karya tugas akhirku cukup memuaskan. Kaprodiku nawarin desainku itu buat diikutin International Young Inventors Award di Bali. Menurutku ga ada salahnya nyoba, jadi kudaftarin lah itu kan. Nunggu dan nunggu eh ternyata, lolos kurasi. Nyoba ngubungin kaprodi, beliau sangat senang namun... sepertinya ga ada dana buat bantuin. Wow, kebingungan 2.0 karna aku ga punya duit ke Bali apalagi bawa karya sebesar itu. Tapi aku muter otak buat dapatin duit darimana, sayang kalo dilewatin kesempatan ini. Sampe hari terakhir registrasi kepastian ikut atau engga, aku ga kunjung dapat solusi -_- Lalu ngubungin kaprodi lagi untuk bilang mohon maaf belum bisa ikut karna memang lagi ga punya uang yang cukup untuk ngebiayain semuanya. Namun taukah apa respon kaprodiku? "Engga fadhila. Saya usahakan kamu akan berangkat, mewakilkan prodi kita." Akhirnya dapat dana dari kampus. Tiket, penginapan, makan, dan bahkan dikasih jajan pula. Ya Allah. :')

Satu-satunya anak interior yang ngewakilin Mercu di Bali. Alhamdulillah dapat silver award. :')

Lalu setelah itu aku fokus di IDDC sambil nunggu lulus kuliah. Pas mau menjelang hari wisuda, sekretaris prodi ngubungin aku buat minta CV. Beliau ngejelasin untuk kebutuhan nominasi buat milih mahasiswa berprestasi di acara wisuda nanti. Wah. Aku ga nyangka bakal dapat apresiasi sebesar ini sama Mercu. Walaupun akhirnya aku ga dapatin penghargaan itu, tapi udah jadi pertimbangan dari pihak kampus aja aku uda terharu dan sangat berterima kasih.

(Thank you ya masih mau ngajakin foto padahal ngobrol aja kita jarang naujibilah. Hiks.) 

Seakan belum cukup baik, Mercu masih memberikan apresiasinya ke aku. Aku ditawarin buat ikut World Young Inventors Exhibition di Malaysia. Sama halnya ketika di Bali, tiket, penginapan, makan, dan jajan dapat dari Mercu. 

Alhamdulillah di Malaysia juga bisa dapat Silver Award. :')


Setelah itu pun Mercu masih sebaik itu ke mahasiswanya yang sama-sama ingin maju. Mercu nawarin untuk daftar hak paten. Jujur, awalnya temenku kurang setuju kalo aku nerima tawaran itu. Tapi, menurutku engga ada ruginya buat aku. Daripada karya tugas akhirku itu nantinya hanya menjadi hiasan di rumah, tidak ada salahnya mendaftarkan karya itu dalam hak paten. Apalagi dibiayai oleh Mercu. Memang benar, ada nama Mercu di dalamnya. Namun aku membuat karya itu juga tidak terlepas dari hal-hal yang telah Mercu sediakan untukku. Dan jika dengan menerima tawaran itu, aku setidaknya bisa memberikan balasan yang baik untuk Mercu, kenapa engga. Bahkan sampai detik ini, kaprodiku masih tidak lelah memberikanku info-info beasiswa S2 di luar negeri. Kampus ini benar-benar membantuku untuk mendapatkan banyak hal yang sebelumnya hanya bisa kubayangkan.

Terima kasih Universitas Mercu Buana, terima kasih banyak.

Sunday, August 9, 2020

M-banking adalah salah satu kemudahan yang cukup aku hindarin, karna ga pengen aja jadi semudah itu ngeluarin uang. Makanya semalam keluar rumah pergi ke atm buat transfer ke temen. Pas di jalan balik, ada satu pemandangan yang sebenarnya sederhana, tapi entah kenapa bikin aku tertegun sebentar.

Ada seorang penjual makanan yang lagi duduk di trotoar. Tidak ada sedikitpun raut sedih di wajahnya walaupun jualannya masih terlihat banyak. Perlahan dia mengeluarkan kotak kecil di sakunya, lalu mulai menyalakan sebatang rokok.

Ya, sesimple itu. Tapi rasanya ada yang menyentilku dengan mengatakan "Apa sih yang kau kejar dari dunia ini, Dil? Keluhan apa lagi yang ingin kau lontarkan dari mulutmu? Sudah bersyukur kah hari ini?"

Monday, May 25, 2020

Post pertama setelah kurang lebih dua tahun.

Dalam rentang waktu itu cukup banyak hal yang terjadi. Dari (akhirnya!) dapat gelar sarjana juga, kerja di salah satu stasiun TV yang paling terkenal di Indonesia, bertemu teman-teman yang lebih berpengalaman, sampai belajar hal-hal yang baru, dan lain-lain.

Menyenangkan dan sangaat patut disyukuri. Alhamdulillah.

Perlahan hal-hal yang tadinya cuma menjadi list, akhirnya bisa didapatkan. Sedangkan hal-hal yang belum tercapai namun sudah direncanakan, sepertinya harus mundur entah sampai kapan.

Ya, entah sampai kapan adalah satu-satunya kejelasan dalam ketidakjelasan yang diberikan oleh Covid-19 saat ini.

Buruknya, keadaan ini lebih memicuku untuk bersifat dan bersikap jauh lebih sensitif dari biasanya. Apalagi ketika satu dan lain hal yang membuatku teringat kejadian yang dulu. Terlalu beruntun dan aku tidak siap, yang membuatku nyaris menyerah.

Hingga aku sadar menyalahkan pihak lain, setidaknya bagiku, bukan jalan keluar yang baik. Jangankan menuntut pemerintah untuk melakukan kebijakan dengan benar, orang-orang paling dekat denganku saja masih sangat susah untuk diajak kerjasama terkait Covid-19. Dan akhirnya, menjaga dan melindungi kembali ke kesadaran masing-masing.

Lumayan sulit sebenarnya untuk mencapai titik itu. Namun alhamdulillah sekali, aku masih diberikan akal untuk bisa berpikir demikian.

Dan ini adalah hal-hal yang membantuku untuk mengambil keputusan yang tepat. Lucunya, orang terdekat lah justru yang paling bisa membuat kita sakit. Namun mereka semua menyadarkanku setiap orang punya kompleksitas dan berbagai hal yang diprioritaskan. Tidak selamanya hubungan (apapun itu) akan baik-baik saja. Suka atau tidak, hidup memang begitu. Kembali ke diri sendiri lagi, mau menyerah dan kehilangan semuanya atau mencoba melapangkan hati sendiri, bahwa ini bagian dari pelajaran untuk menjadi orang yang lebih lagi.

Hari Raya Idul Fitri kali ini benar-benar mengajarkanmu banyak hal ya, Dil.